Butuh listrik besar.
Tahap pertama pembuatan silikon dimulai dengan jalan memisahkan silikon dari SiO2. Pemisahan ini dilakukan di dalam sebuah tanur (furnace) yang disuplai dengan listrik berkekuatan tinggi. Skema tanur untuk pemisahan silikon dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 1. Skema pemisahan/pembuatan silikon dari pasir silika. Diadaptasi dari sini.
Pasir silika dan karbon (C) secara bersamaan (gambar paling kiri)
dimasukkan ke dalam tanur yang dilengkapi dengan elektroda tempat arus
listrik mengalir masuk (gambar tengah). Silikon dipisahkan dengan jalan
mereaksikan pasir silika dengan karbon pada suhu tinggi, yakni di atas
1900 hingga 2100 derajat celcius. Hal ini mengingat baik pasir maupun
karbon merupakan dua zat padat yang mana reaksi akan berlangsung hanya
pada saat mereka melebur/mencair/meleleh, ditambah lagi dengan titik
leleh pasir silika yang di atas 1800 derajat Celcius. (Reaksi kimia
tidak disertakan).Tingginya suhu proses pemisahan silikon dari pasir silika membawa konsekuensi tingginya konsumsi listrik yang mutlak digunakan. Mengapa musti dengan listrik dan bukan dengan pembakaran? Pembakaran manapun tidak akan mampu mencapai suhu proses yang diperlukan untuk mereaksikan pasir silika dengan karbon, sehingga hanya dengan jalan mengalirkan aurs listrik besar-lah suhu proses ideal mampu dicapai.
Tercatat sekitar 10 hingga 30 MW (MegaWatt) listrik dibutuhkan dalam proses ini tergantung dari seberapa besar tanur yang dipakai. Tidak heran jika hanya negara-negara yang memiliki sumber daya listrik melimpah dan bersumber dari PLTN atau lainnya-lah yang dapat secara ekonomis memisahkan silikon dari pasir silika karena tenaga listrik yang dibutuhkan dalam proses ini sangatlah besar; sekitar sepersepuluh listrik yang dihasilkan oleh PLTU Muara Karang (300 MW) habis hanya untuk proses ini.
Gambar 2. PLTU Muara Karang. Sepersepuluh dari kapasitasnya yang 300 MW itu dibutuhkan untuk memisahkan silikon dari pasir silika.
Silikon yang dihasilkan dari pemisahan Si dan O
pada pasir silika perlu dimurnikan kembali untuk mencapai kadar
kemurnian silikon di atas 99%. Ada dua tahapan untuk memurnikan silikon
hasil pemisahan pasir silika. Tahap pertama, silikon hasil pemisahan
masih memiliki „pengotor“ berupa besi (Fe), aluminium (Al), kalsium (Ca)
titanium (Ti) dan karbon (C) yang harus dikeluarkan. Tahapan
ini dilakukan pada proses pemurnian persis setelah leburan silikon
keluar dari tanur (Gambar kiri tengah). Proses ini melibatkan gas
oksidatif yang dilakukan pada suhu 1700 derajat Celcius. Listrik berdaya
besar masih diperlukan di tahap ini. Sampai tahapan ini, silikon yang
dihasilkan disebut dengan metallurgical grade silicon dengan kadar pengotor dalam satuan bagian per sejuta (ppm, parts per million) yang sejatinya sudah cukup untuk dipergunakan untuk banyak keperluan.
Tahapan berikutnya, ialah persiapan
dan pemurnian silikon untuk bahan dasar sel surya maupun semikonduktor
atau yang disebut dengan semiconductor grade silicon. Tahap ini
dilakukan di tempat lain yang terpisah dari proses pemisahan silikon.
Untuk diketahui, silikon untuk keperluan semikonduktor membutuhkan kadar
kemurnian yang sangat sangat tinggi yang berbeda dari metallurgical grade silicon.
Di dunia semikonduktor, dikenal dengan „eleven-nine“ atau 11 angka 9
yang menyatakan kadar kemurnian silikon dalam persen; 99,999999999%. Silikon untuk keperluan semikonduktor harus memiliki unsur pengotor dalam satuan bagian per semilyar (ppb, parts per billion) atau bagian per setrilyun (ppt, parts per trillion).
Sederhana saja, jika kadar kemurnian silikon di bawah nilai nominal
tersebut, dapat dijamin bahwa sebuah prosesor atau memori komputer atau
sel surya tidak dapat berjalan dengan baik.
Pemurnian silikon untuk keperluan sel surya maupun semikonduktor lain
dilakukan dalam bentuk gas melalui proses yang disebut dengan proses
Siemens. Silikon dari tahap pemurnian pertama (metallurgical grade silicon)
direaksikan dengan gas asam klorida (HCl) untuk membuat gas silikon
klorida. Proses reaksi ini dilakukan pada suhu 350 derajat Celcius.Silikon klorida kemudian dimasukkan ke dalam reaktor Siemens (gambar di bawah) bersama-sama dengan gas hydrogen. Di dalam reaktor Siemens terdapat batangan umpan silikon (silicon feed rod) berbentuk U terbalik yang dipanaskan pada suhu 1100 derajat Celcius dan pendingin. Silikon klorida mengalami reaksi dekomposisi atau reaksi penguraian menjadi silikon pada permukaan batangan umpan silikon, dan silikon hasil penguraian ini menempel dan terendap di batangan tersebut. Semakin lama proses, semakin banyak silikon yang mengendap yang kemudian membesar menjadi silikon dengan kadar kemurnian 11 angka 9 di atas (reaksi kimia tidak disertakan).
Gambar 3. Skema diagram proses dan reaktor Siemens untuk memurnikan silikon. Diadaptasi dari sini.
Sampai di sini, silikon sudah memiliki kemurnian yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sel surya.
Silikon untuk sel surya
Sel surya dibuat dari silikon yang
berbentuk bujur sangkar pipih dengan ukuran 5 x 5 cm atau 10 x 10 cm
persegi. Ketebalan silikon ini sekitar 2 mm. Lempengan bujur sangkar
pipih ini disebut dengan wafer silikon untuk sel surya. Bentuk wafer
silikon sel surya berbeda dengan wafer silikon untuk semikonduktor lain
(chip, prosesor komputer, RAM memori) yang berbentuk bundar pipih meski
memiliki ketebalan yang sama (lihat gambar bawah).
Gambar 4. Wafer silikon untuk keperluan elektronika (bundar pipih) dan sel surya (persegi berwarna biru).
Wafer silikon ini dibuat melalui
proses pembuatan wafer silikon dengan memanfaatkan silikon berkadar
kemurnian tinggi sebelumnya (semiconductor grade silicon). Secara ringkas, penulis paparkan beberapa cara membuat wafer silikon untuk keperluan sel surya.
1. Wafer silikon jenis monokristal.
Mono kristal di sini berarti
silikon tersebut tersusun atas satu kristal saja. Sedangkan jenis lain
ialah wafer silikon polikristal yang terdiri atas banyak krstal. Wafer
silikon monokristal dibuat melalui proses Czochralski (Cz) yang
merupakan jantung dari proses pembuatan wafer silikon untuk
semikonduktor pula. Prosesnya melibatkan peleburan silikon semiconductor grade,
diikuti dengan pemasukan batang umpan silikon ke dalam leburan silikon.
Ketika batang umpan ini ditarik perlahan dari leburan silikon, maka
secara otomatis silikon dari leburan akan mennempel di batang umpan dan
membeku sebagai satu kristal besar silikon. Suhu proses berkisar antara
1000-1200 derajat Celsius, yakni suhu di mana silikon dapat
melebur/meleleh/mencair. Silikon yang telah membeku ini akhirnya
dipotong-potong menghasilkan wafer dengan ketebalan sekitar 2 milimeter.
Gambar 5. Skema proses Cz untuk membuat wafer
silikon. (Atas) Reaktor tempat pembuatan wafer slikon, (Tengah atas)
Keadaan silikon yang tengat ditarik oleh batang pengumpan. Perhatikan
warna silikon yang berpijar tanda masih dalam keadaan setengah
cair/lelehan. (Tengah bawah) Ruangan pabrik pembuatan wafer silikon yang
selalu terjaga kebersihannya dan seragam yang selalu dipakai
pekerjanya. (Bawah) Wafer silikon yang dihasilkan (diameter 20-40 cm
panjang bisa mencapai 1-2 m). Diadaptasi dari sini dan sini dan sini.
Gambar 6. Sel surya yang menggunakan bahan dasar
silikon monokristal. Perhatikan warna biru yang homogen pada sel surya
tersebut.
2. Wafer silikon jenis polikristal.
Wafer silikon monokristal relatif
jauh lebih sulit dibuat dan lebih mahal. Silikon monokristal inilah yang
digunakan untuk bahan dasar semikonduktor pada mikrochip, prosesor,
transistor, memori dan sebagainya. Keadaannya yang monokristal
(mengandung hanya satu kristal tunggal) membuat silikon monokristal
nyaris tanpa cacat dan sangat baik tingkat hantar listrik dan panasnya.
Sel surya akan bekerja dengan sangat baik dengan tingkat efisiensi yang
tinggi jika menggunakan silikon jenis ini.
Namun demikian, perlu diingat bahwa
isu besar sel surya ialah bagaimana menurunkan harga yang masih jauh
dari jangkauan masyarakat. Penggunaan silikon monokristal jelas akan
melonjakkan harga sel surya yang akhirnya justru kontraprduktif.
Komunitas industri dan peneliti sel surya akhirnya berpaling ke jenis
silikon yang lain yang lebih murah, lebih mudah dibuat, meski agak
sedikit mengorbankan tingkat efisiensinya. Saat ini, baik silikon
monokristal maupun polikristal sama sama banyak digunakan oleh
masyarakat.
Gambar 7. (Atas) Salah satu contoh aktifitas
peleburan material (logam, slikon, dll.) (Bawah) Sel surya berbahan baku
silikon polikristal. Perhatikan warna terang gelap pada sel surya yang
menandakan kristal kristal yang berbeda arah dan besarnya.
Pembuatan silikon polikristal pada intinya sama dengan mengecor logam (lihat Gambar di bawah). Semiconductor grade silicon
dimasukkan ke dalam sebuah tungku atau tanur bersuhu tinggi hingga
melebur/meleleh. Leburan silikon ini akhirnya dimasukkan ke dalam
cetakan cor dan selanjutnya dibiarkan membeku. Persis seperti pengecoran
besi, aluminium, tembaga maupun logam lainnya. Silikon yang beku
kemudian dipotong-potong menjadi berukuran 5 x 5 atau 10 x 10 cm persegi
dengan ketebalan kira-kira 2 mm untuk digunakan sebagai sel surya.
Proses pembuatan silikon polikristal dengan cara ini merupakan proses
yang paling banyak dilakukan karena sangat efektif baik dari segi
ekonomis maupun teknis.
Secara umum, proses pembuatan sel surya mulai dari dari silikon dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Proses pembuatan sel surya sendiri telah diterangkan sebelumnya.
Perbandingan dengan industri besi dan baja
Sebagai penutup artikel ini, penulis mecoba
membandingkan industri pengolahan silikon dengan industrui besi dan baja
di tanah air. Sebagaimana kita ketahui, industri besi dan baja kita
mengandalkan bahan baku dalam negeri dengan salah satu yang terbesar
ialah PT Krakatau Steel (PT KS). Penulis pernah berkunjung ke PT KS
beberapa tahun lalu dan melihat sendiri fasilitas yang dimilikinya,
termasuk pelabuhan sendiri serta (kalau tidak salah) pembangkit listrik
sendiri atau disuplai dari pembangkt listrik terdekat.
Industri pengolahan silikon hingga siap pakai untuk
sel surya penulis ibaratkan sama dengan industri baja, baik dari segi
kerumitan maupun investasinya. Besi mudah ditemui, diolah bahkan
dijadikan kerajinan. Sudah banyak industri kecil kita yang mampu membuat
sendiri alat alat dari besi maupun baja. Namun demikian, ketika hendak
berbicara mengenai produksi massal yang memanfaatkan besi, maka
pembuatan besi maupun baja sudah melibatkan perhitungan untung rugi
ekonomisnya sejak dari penambangan bijih besi. Untuk dapat mengolah
bijih besi menjadi besi, dibutuhkan invetasi besar; penambangan bijih,
pemisahan bijih, peleburan, pengolahan dan sebagainya seperti apa yang
dilakukan PT KS.
Sama dengan pengolahan silikon. Bahkan untuk hal
ini, silikon membutuhkan investasi yang lebih besar dari pembuatan besi
dan baja mengingat ada komponen ekstra dalam menjaga kebersihan dan
ongkos energi yang sangat besar berbanding dengan hasil produksi. Betul
bahwa pasir silika banyak terdapat di tanah air, namun demikian, untuk
mengubahnya menjadi barang yang jauh berharga semisal semikonduktor atau
sel surya, sangat mustahil dilakukan oleh perorangan atau industri
kecil-menengah. Hal ini bukan hanya dikarenakan persoalan modal saja,
melainkan secara ilmiah-alamiah, mengubah pasir silika menjadi silikon
saja tidak dapat dilakukan dengan cara sembarangan atau cara yang
disederhanakan.
Bidang ini harusnya diserahkan kepada pemerintah
atau investor asing/besar yang berminat bermain di penyediaan bahan baku
dasar sel surya atau semikonduktor.
0 komentar:
Posting Komentar